Python di Kalangan Mahasiswa ITB. Bahasa yang Bikin Ngoding Nggak Ribet

Kalau ngomongin dunia teknologi di kampus, terutama di Institut Teknologi Bandung (ITB), satu nama yang hampir selalu muncul di setiap obrolan anak-anak IT adalah Python. Bahasa pemrograman satu ini udah kayak “bestie” bagi mahasiswa yang baru pertama kali kenalan sama dunia ngoding.
Nggak heran, soalnya Python emang dikenal simpel, fleksibel, dan gampang banget dipahami, bahkan buat yang baru mulai belajar logika pemrograman dari nol.

Beda sama bahasa lain yang sintaksnya ribet kayak mau ujian kalkulus, Python terasa lebih manusiawi. Banyak mahasiswa bilang, “Python tuh kayak ngomong santai sama komputer, bukan debat kusir sama compiler.” Dan ya, itu bener banget.


Dari Lab Teknik sampai Fisika, Semua Ikut-Ikutan

Yang menarik, Python di ITB tuh nggak cuma dipakai anak Informatika doang. Sekarang hampir semua jurusan yang berhubungan sama teknologi ikut nimbrung juga. Anak Teknik Industri pakai buat analisis data, anak Matematika buat simulasi, bahkan anak Fisika juga pakai buat riset numerik.
Bisa dibilang, Python udah jadi bahasa “lintas jurusan”.

Selain karena dosen-dosen mulai ngasih tugas berbasis kode, banyak juga komunitas mahasiswa yang jadi penggerak tren ini. Di lab dan himpunan, mereka bikin workshop, kelas sharing, sampai mini hackathon yang semuanya pakai Python. Suasananya santai tapi produktif — kayak belajar bareng sambil ngopi di kantin kampus.


Kenapa Python Bisa Sekeren Itu?

Jawaban paling jujur: karena serbaguna.
Dari bikin script kecil buat ngerjain tugas data, sampai bangun machine learning model buat proyek riset, semua bisa dikerjain pakai Python.
Dan yang lebih seru lagi, banyak perusahaan rintisan (startup) di Bandung juga pakai Python buat workflow-nya. Jadi, belajar Python di kampus bukan cuma buat nilai, tapi juga bisa jadi bekal kerjaan di dunia nyata.

Banyak mahasiswa yang awalnya cuma iseng belajar Python karena tugas, tapi ujung-ujungnya malah bikin proyek keren. Ada yang bikin bot Telegram, aplikasi analisis keuangan, sampai web portfolio pribadi. Python tuh kayak pintu ke dunia baru yang endless.


Tapi Nggak Semuanya Semulus Itu

Walaupun Python mudah, bukan berarti nggak ada tantangan.
Banyak mahasiswa yang keasyikan pakai Python tapi lupa belajar dasar algoritma dan struktur data. Akibatnya, pas ketemu masalah logika kompleks, langsung mentok.

Beberapa dosen di ITB sering ngingetin hal ini: “Python boleh jadi alat bantu, tapi jangan sampai bikin kamu lupa mikir.”
Selain itu, Python juga punya kelemahan di proyek besar — misalnya soal manajemen library dan performa eksekusi yang kadang lambat. Tapi kalau kamu ngerti cara mainnya, semua bisa diatasi.


Antara Ngoding, Kopi, dan Kreativitas

Buat banyak mahasiswa ITB, Python bukan cuma soal menulis kode. Lebih dari itu, Python jadi sarana buat menuangkan ide dan eksplorasi.
Ada yang pakai buat bikin visualisasi data hasil penelitian, ada juga yang bikin proyek sosial kayak chatbot edukasi untuk SMA.
Serunya, Python bikin proses belajar jadi terasa ringan, bahkan fun.

Di tengah padatnya jadwal kuliah, Python hadir kayak teman nongkrong yang siap bantu brainstorming ide tanpa drama.
Dari situ muncul kultur baru di kampus — belajar teknologi dengan gaya yang lebih santai, tapi tetap produktif dan relevan.


Penutup: Python, Gaya Belajar, dan Masa Depan

Python udah jadi bagian dari identitas mahasiswa ITB masa kini. Ia bukan cuma alat teknis, tapi juga simbol dari cara belajar baru yang kreatif dan kolaboratif.
Selama mahasiswa tetap mau eksplor, bereksperimen, dan nggak takut gagal, Python bakal terus jadi sahabat yang menyenangkan buat generasi teknologi berikutnya.

Di era AI dan data science yang makin masif, Python ngasih ruang buat kita untuk tetap berpikir kritis, tapi dengan cara yang fun.
Dan mungkin, itu yang bikin Python beda — bukan cuma bahasa pemrograman, tapi cara baru buat memahami dunia digital tanpa kehilangan sisi manusiawi.

Written By Nadia Ayu

No Comments

Leave A Comment

G | Translate
Home
Tentang Kami
Portfolio
Kontak